Belitung – Dalam benak masyarakat bila mendengar Bangka-Belitung selalu sebagai pulau penghasil timah. Kenyataannya, dulu memang penghasil timah terbesar, namun timah semakin sulit didapatkan. Tambang-tambang mulai menutup usahanya dan pabrik timah pun kini tidak begitu banyak jumlahnya di pulau ini. Pendapatan dari daerah tidak bisa lagi hanya bergantung pada produksi timah. Akibatnya kekuatan sektor lain pun mulai ditingkatkan. Selain produksi laut, juga perkebunan, sektor pariwisata pun mulai dilirik sebagai faktor pendukung lainnya.
Belitung yang kini resmi menjadi kabupaten dari Provinsi Babel (Bangka-Belitung). Selain dua pulau besar masih ada 189 pulau kecil yang bertebaran. Ini pun diharapkan oleh pemerintah dan masyarakatnya menjadi pulau pariwisata sebagaimana seluruh Pulau Bali, atau Kepulauan Seribu di DKI, dan Gili Air serta Gili Trawangan di Pulau Lombok. Pesona alam laut Belitung memang indah dan tak kalah dengan lokasi wisata lainnya.
Susuri saja perjalanan di sepanjang pantai Belitung mulai dari Tanjung Binga, Tanjung Kelayang, Tanjung Tinggi hingga Pelabuhan nelayan Lipat Kajang sampai ke pusat kota Manggar. Semua hamparan alam laut dengan pulaunya merupakan gugusan pemandangan yang indah untuk dinikmati.
Di sebelah utaranya Tanjung Pandan, ada mercusuar di pulau yang diketahui bernama Pulau Lengkuas. Di dekat pelabuhan Tanjung Pandan itu juga, di pelabuhannya, kita akan menemukan perahu nelayan bersandar dan merapat sambil mengangkuti hasil ikan yang segar dan besar-besar itu. Kalau Anda jeli, Anda juga akan menemui beberapa perahu yang bersedia untuk mengantar Anda mengunjungi pulau-pulau yang letaknya masih dekat dari pulau itu.
Jangan harap selalu mendapat jawaban dari para nelayan setiap Anda melihat pulau kecil di lautan, terlalu banyak pulau di di Belitung sehingga tak jarang nelayan pun sulit untuk mengidentifikasinya.
Menyusuri laut dengan perahu nelayan yang murah biayanya, kita akan mendapati pulau yang tanahnya melebar dengan pohon bakau yang tak begitu lebat tumbuhnya. Di atasnya, terutama di sore hari, kita akan tertegun menyaksikan rombongan camar yang gagah beterbangan di antara tiupan angin laut. Terkadang, camar itu akan turun di antara pulau.
Dalam perjalanan menyusuri dengan perahu itulah, di puncak Gunung Burung Mandi, sekitar 200 meter dari permukaan laut, akan didapatkan Vihara Dewi Kwan Im yang usianya sekitar 243 tahun lalu. Vihara ini dapat dijadikan tempat beribadah tapi juga rekreasi karena wilayah pantai dan laut di sekitarnya sangat mempesona buat wisata. Dari atas vihara dapat terlihat hamparan hijau Kepulauan Memperak. Dipercayai, vihara ini tepat menghadap langsung ke kuil pusat Tiongkok nun jauh di sana.
Kira-kira 30 meter dari Tanjung Pandan, di Desa Sijuk Tanjung Binga, hanya beberapa meter saja dari pantai, kita akan melihat rombongan ikan yang bertebaran mulai dari ikan tamban juga ikan tembang (famili dari ikan haring) berenang secara berkelompok dengan tubuh yang meliuk-liuk mengkilat bagai pisau. ”Nelayan tak pernah menjaring ikan-ikan kecil itu. Lebih baik kita menarik bagan (sebutan untuk perahu) ke tengah, ikannya lebih besar. Hanya pada saat angin musim yang kencang saja dan kami tak bisa melaut, baru kami menjaring,” ujar seorang nelayan yang berada di sekitar di tempat itu.
Di kecamatan Sijuk ini juga akan ditemui Kuil Pak Kung Miaw yang dipercayai merupakan kuil tertua yang dibangun oleh masyarakat Cina saat pertama kali tiba di Pulau Belitung.
Berjalan lagi menyusuri Tanjung Kelayang, akan tampak hamparan batu-batu besar di pantainya. Batu yang berukuran sampai lima meter ini saling bertumpuk dengan posisi yang unik. Ada batu yang begitu besar diganjal oleh tiga batu yang lebih kecil. Posisi batu kecil ini sangat aneh, seakan diletakkan oleh ”dewa atau raksasa” dari langit, sebelum akhirnya meletakkan batu yang teramat besar di atasnya.
Apalagi bila kita mau menyusuri ”lorong di tumpukan batu itu”, seperti menyusuri labirin bebatuan, kita akan muncul di sisi lain dari Pantai Tanjang Kelayang setelah berjalan dan sesekali melompat di antara batu-batu yang ada. Batu-batu yang membentuk ruangan-ruangan dan lubang, tempat wisatawan tak mampu menahan diri untuk berfoto di antara bebatuan itu. (SH/ sihar ramses simatupang)
Sumber :
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/041/wis01.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar